BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fiqih merupakan bagian dari entitas kehidupan di dunia
Islam dan mejadi salah satu subyek dalam pengkajian Islam, baik di Indonesia
maupun di dunia pada umumnya, oleh karena itu, fiqh dituntut untuk
dikembangkan, agar bidang ilmu itu memiliki makna bagi pengembangan keahlian
dan untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan bagi pengembangan kehidupan manusia,
khususnya di dunia Islam.
Adapun juga sumber hokum, yakni Al – Qur’an, sunnah,
ijma, dan qiyas atau analogi Al – Qur’an dan hadits yang sampai kepada kita
masih otentik dan orisinil, Orisinilitas dan otensitas didukung oleh penggunaan
bahasa aslinya, yakni bahasa Arab karena Al – Qur’an dan Hadits merupakan dua
dalil hukum, yakni petunjuk – petunjuk adanya hukum.
Menyikapi hal ini, kita sebagai orang muslim tahu
benar tentang ajaran Islam, apalagi dalam bidang ilmu Fiqh yang ada sangkut
pautnya dengan sumber hukum.
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini
yang berjudul “ Sumber Hukum “ adalah :
1.
Agar kita mengetahui adanya sumber
hukum Islam
2.
Agar lebih memahami apa yang
menjadi faktor adanya sumber hukum
3.
Mampu menyikapi dengan adanya
sumber hukum di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Al – Qur’an Sebagai
Sumber Hukum
2.1.1. Pengertian Al – Qur’an
Menurut sebagian besar ulama, kta Al
– Qur’an berdasarkan segi bahasa merupakan bentuk mashdar dari kata qura’a yang
bisa dimasukkan pada wajan fu’tan, yang berarti bacaan atau apa yang tertulis
padanya.
1.
Al Qur’an merupakan kalam Allah
yang diturunkan kepada Muhammad SAW. Dengan demikian, apabila bukan kalam Allah
dan tidak diturunkan kepada Muhammad SAW, tidak dinamakan Al – Qur’an seperti zabur,
taurat, dan injil, ketiga kitab tersebut termasuk di antara kalam Allah, tetapi
bukan diturunkan kepada Muhammad SAW, sehingga tidak dapat disebut Al Qur’an
2.
Bahasa Al – Qur’an adalah bahasa
Quraisy
3.
Al – Qur’an itu dinukilkan kepada
beberap agenerasi sesudahnya secara mutawatir (dituturkan oleh orang banyak
kepada orang banyak sampai sekarang
4.
Membaca setiap kata dalam Al
Qur’an itu mendapatkan pahala dari Allah, baik bacaan itu berasal dari hapalan
sendiri maupun di baca langsung dari Mushaf Al – Qur’an
5.
Al Qur’an dimulai dari sunat Al
Fatihah dan diakhiri dengan surat
An – Nas
2.1.2. Kehujjahan Al Qur’an
menurut pandangan Ulama Imam Mazhab.
1.
Pandangan Imam Abu Hanafi
2.
Pandangan Imam Malik
3.
Pandangan Imam Asy – Syafi’I
4.
Pandangan Imam Hambal Ibnu Hambal
2.2. Sunah
2.2.1. Pengertian Sunnah
Arti sunah dari segi bahasa adalah
jalan yang biasa dialui atau suatu cara ang senantiasa dilakukan, tanpa
mempermasalahkan, apakah cara tersebut baik atau buruk secara terminology,
pengertian sunah bisa dilihat dari tiga disiplin Ilmu;
1.
Ilmu Hadits, para ahli hadits
mengidentikkan sunah dengan hadits, yaitu segala sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad saw, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapannya.
2.
Ilmu Ushul Fiqh, sunah adalah
segala yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan, perkataan
dan ketetapan yang berkaitan dengan hukum
3.
Ilmu Fiqih Pengertian sunah
menurut Ahli fiqih hampir sama dengan pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli Ushul Fiqh, akan tetapi, isitlah sunah, dalam fiqih juga dimaksudkan sebagai
salah satu hukum taklifi, yang berarti suatu perbuatan yang akan mendapatkan pahala bila dikerjakan
dan tidak berdosa apabila ditinggalkan.
2.2.2. Kehujjhan Sunah dan
Pandangan Ulama Mazhab Terhadap Hadits Ahad
1.
Kehujjahan hadits Ahad
2.
Persyaratan Hadits Ahad yang
disepakati para Imam Madzhab
ü
Madzhab Imam Hanafi
ü
Madzhab Imam Maliki
ü
Madzhab Imam Syafi’i
2.2.3. Sunnah Sebagai Penjelas
Al – Qur’an
Penjelasan suhan terhadap Al Qur’an dapat dikategorikan
menjadi tiga bagian
1.
Penjelasan terhadap hal yang
global, seperti diperintahkannya shalat dalam Al – Qur’an tidak diiringi
penjelasan mengenai rukun, syarat dan ketentuan – ketentuan shalat lainnya.
2.
Penguat acara mutlaq, sunah
merupakan penguat terhadap dalil – dalil umum yang ada dalam Al – Qur’an
3.
Sunnah sebagai takhsis terhadap
dalil – dalil Al – Qur’an yang masih umum
2.3. Ijma
2.3.1. Pengertian Ijama Menurut
Bahasa
Definisi Ijma menurut bahasa terbagi dalam dua arti
1.
Bermaksud atau benriat
2.
Kesepakatan terhadap sesuatu
Adapun perbedaan antara kedua arti diatas adalah yang pertama bisa
dilakukan oleh satu orang atau banyak, sedangkan arti yang kedua hanya bisa
dilakukan oleh dua orang atau atau lebih, karena tidak mungkin seseorang
bersepakat dengan dirinya.
2.3.2. Ijma menurut Istilah
Umala Ushul
1.
Pengarang kitab Fushulul Bada’I
berpendapat bahwa Ijma itu adalah kesepakatan semula mujtahid dari Ijma umat
Muhammad SAW dalam suatu masa setelah beliau wafat terhadap hukum syara
2.
Pengarang kitab Tahrin, Al Kamal
bin Hamam berpendapat baha Ijma adalah kesepakatan mujtahid suatu masa dari
Ijma Muhammad saw terhadap masalah sya’ara (Al – Ghifari)
2.3.3. Syarat – Syarat Ijma
1.
Yang bersepakat adalah para
Mujtahid
2.
Yang bersepakat adalah seluruh
Mujtahid
3.
Para Mujtahid harus umat Muhammad
SAW
4.
Dilakukan setelah wafatnya Nabi
5.
Kesepakatan mereka harus
berhubungan dengan syarati.
2.3.4. Macam – Macam Ijma
Macam – macam Ijma bila dilihat dari cara terjadinya ada
dua macam yaitu :
1.
Ijma Sharih
Maksudnya semua Mujtahid mengemukakan pendapat mereka
masing – masing kemudian menyepakati salah satunya.
2.
Ijma Sukuti
Adalah pendapat sebagian ulama tentang suatu masalah
yang diketahui oleh para mujtahid lainnya, tapi diam, tidak menyepakati ataupun
menolak pendapat tersebut secara jelas.
2.4. Qiyas
2.4.1.
Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa ialah pengukuran
sesuatu dengan yang lainnya atau nyaman sesuatu dengan yang sejenisnya. Ulama
Ushul Fiqh memberikan definisi yang berbeda – beda bergantung pada pandangan
mereka terhadap kedudukan qiyas dalam Istinbath Hukum.
Golongan pertama, menyatakan bahwa
qiyas merupakan ciptaan manusia yakni pandangan Mujtahid, sebaliknya menurut
golongan kedua, qiyas merupakan ciptaan syar’I yakni merupakan dalil hukum yang
berdiri sendiri atau merupakan hujjat Illahiyah yang dibuat syar’I sebagai alat
untuk mengetahui suatu hukum.
2.4.2.
Rukun Qiyas
Dari pengertian qiyas yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa
unsur pokok (rukun) qiyas terdiri atas empat unsur yang berikut :
1.
Ashl (pokok) yaitu suatu peristiwa
yang sudah ada nash-nya yang dijadikan tempat mengqiyaskan
2.
Far’u (cabang) yaitu peristiwa
yang tidak ada nash-nya.
3.
Hukum Ashl, yaitu hukum syara yang
ditetapkan oleh suatu nash
4.
Illat, yaitu suatu sifat yang
terdapat pada ashl. Dengan adanya sifat itulah ashl mempunyai suatu hukum. Dan
dengan sifat itupula terdapat cabang, sehinga hukum cabang itu disamakanlah
dengan hukum ashl.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan dan Saran
Ilmu fiqh yang diartikan oelh para
Mujtahid (Ahli Ushul Fiqh) ada yang wajib dipelajari oleh seluruh ummat Islam
dan ada yang hanya diwajibkan kepada sebagian dari Umat Islam, sedang sebagian
yang lain cukup sekedar mengetahui secara garis besarnya saja.
Syariat Islam turut berkembang dengan
berkembangnya ilmu Fiqh, khususnya dalam bidang hukum, karena ilmu fiqh
merupakan bagian dari Ilmu Syariah.
Namun demikian pula ilmu fiqh tidak
akan berkembang bebas menurut kemauan manusia, terlepas dari syariah Islam
karena Ilmu Fiqh itu sendiri dihasilkan berdasarkan Pedoman syariah.
Ilmu fiqh mengambil bagian dalam
bidang sumber – sumber hukum yang berkaitan dengan hubungan ilmu fiqh dengan
hukum / syariat. Dengan demikian pula diketahui dan dirumuskan bahwa dengan
mempelajari ilmu fiqh dapat diketahui mana yang diperintahkan atau mana yang dilarang.
Mana yang haram dan mana yang halal untuk digunakan.
Kami sadari bahwa penyusunan makalah
ini masih jauh dari harapan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun kepada semua pihak demi perbaikan / penyempurnannya.
DAFTAR PUSTAKA
Syafe’i Rahmat, Ilmu Ushul Fiqh,
Pustaka Setia : Bandung ,
1999 / 1420 H
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, karena dialah
yang menciptakan manusia dengan segala kesempurnannya yang telah menentukan
gerak – gerik dan langkah serta rencananya sehingga dengan kudrat dan irodatnya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul “Sumber – Sumber Hukum Islam” ini adalah salah satu
bentuk karya yang kami berikan. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun mohon maaf apabila masih banyak
kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami ucapkan terima kasih kepada teman –
teman yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini baik secara moril
maupun materil baik yang berupa nasehat, bimbingan, petunjuk, dan dorongan
sehingga penyusun mampu menyusun makalah ini dengan semaksimal mungkin.
Tasikmalaya,
Desember 2008
Penulis
|
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ............................................................................................ i
Daftar
Isi ..................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan.................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1.
Al Qur’an sebagai sumber hukum........................................... 2
2.2.
Sunnah.................................................................................... 3
2.3.
Ijma......................................................................................... 5
2.4.
Qiyas ...................................................................................... 7
BAB
III PENUTP
3.1.
Kesimpulan Dan Saran .............................................................. 8
Daftar
Pustaka
|
M A K A L A H
HUBUNGAN ILMU FIQIH DENGAN
AKHLAQ
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Fiqh
Dosen : Dedi
Ratno, M.Ag
Disusun oleh :
RAHMAT HIDAYAT
Kelas : PAI C
FAKULTAS TARBIYAH, PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
TASIKMALAYA 2008 / 2009
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar