BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kunci pembangunan masa
mendatang bagi bangsa Indonesia adalah pendidikan. Sebab dengan pendidikan
diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya dan mampu
berpartisipasi dalam gerak pembangunan.
Dengan pesatnya perkembangan
dunia di era globalisasi ini, terutama di bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan, maka pendidikan nasional juga harus terus-menerus dikembangkan
seirama dengan zaman. Pada umumnya sebuah sekolah dan pendidikan bertujuan pada
bagaimana kehidupan manusia itu harus ditata, sesuai dengan nilainilai kewajaran
dan keadaban (civility). Semua orang pasti mempunyai harapan dan cita-cita
bagaimana sebuah kehidupan yang baik. Karena itu pendidikan pada gilirannya
berperan mempersiapkan setiap orang untuk berperilaku penuh keadaban
(civility). Keadaban inilah yang secara praktis sangat dibutuhkan dalam setiap
gerak dan perilaku. Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
BAB I Pasal 1 ayat 1 bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selama ini pendidikan
di Indonesia masih menggunakan metode tradisional dan dikotomis (terjadi
pemisahan) antara pendidikan yang berorientasi iman dan takwa (imtak) dengan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek).
Pendidikan seperti ini tidak
memadai lagi untuk merespon perkembangan masyarakat yang sangat dinamis. Metode
pendidikan yang harus diterapkan sekarang adalah dengan mengembangkan
pendidikan yang integralistik yang memadukan antara iman dan takwa (imtak)
dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi (iptek). Semakin melemahnya bangsa ini pasca
krisis moneter yang kita alami telah membuat Indonesia berada di urutan bawah
dalam hal kualitas pendidikannya. Minimnya sarana dan prasarana pendukung
menyebabkan pengajaran tidak dapat dilakukan dengan optimal.
B.
Rumusan masalah
Dalam permasalahan ini penulis lebih menekankan sejauh mana
peran pendidik dalam upaya peningkatan kualitas pendidik dalam mutu pendidikan
terkait dengan hal – hal teknologi pendidikan diantara nya komputer dan
internet. Pertanyaan dari masalah yang menjadi analisa dalam penelitian diformulasikan
dengan pertanyaan – pertanyaan di bawah ini:
1. Apa Peran
Pendidik pada proses belajar-mengajar pada metode e-
2.
Learning
3.
Bagaimana
proses upaya membangun budaya belajar melalui
4.
pengembangan
e-Learning.
C.
Tujuan Penulisan
Penulis menyusun karya tulis ilmiah
ini dengan tujuan :
1. Untuk
mengetahui seberapa besar peran pendidik atau pengajar pada proses
belajar-mengajar melalui pengembangan e-Learning.
2. Mengetahui
upaya-upaya Upaya Membangun Budaya Belajar melalui Pengembangan E-learning
D.
Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah agar pendidik
bisa meningkatkan kemampuan mendidik atau mengajar terhadap anak didiknya serta
mampu mengembangkan potensi diri peserta didik, mengembangkan kreativitas dan
mendorong adanya penemuan keilmuan dan teknologi yang inovatif, sehingga para
siswa mampu bersaing dalam masyarakat global.
BAB
II
TELAAH
PUSTAKA
A.
Beberapa Definisi Mengenai Pendidikan
Beberapa
definisi mengenai pendidikan dapat dikemukakan di bawah ini : M.J. Langeveld
(1995) :
1)
Pendidikan
merupakan upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada
kedewasaan.
2)
Pendidikan
ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas tugas hidupnya, agar bisa
mandiri, akil-baliq, dan bertanggun jawab secara susila.
3)
adalah
usaha mencapai penentuan-diri-susila dan tanggung jawab.
Stella van Petten Henderson
: Pendidikan merupakan kombinasai dari
pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial.
Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan adalah
pembentukan hati nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan-diri dan
penetuan-diri secara etis, sesuai denga hati nurani.
John Dewey (1978) : Aducation is
all one with growing; it has no end beyond itself. (pendidikan adalah
segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan; pendidikan sendiri tidak punya
tujuan akhir di balik dirinya).
H.H Horne : Dalam pengertian luas,
pendidikan merupakan perangkat dengan mana kelompok sosial melanjutkan
keberadaannya memperbaharui diri sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya.
Encyclopedia Americana
(1978) : Pendidikan merupakan sebarang
proses yang dipakai individu untuk
memperoleh
pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan sikap-sikap ataupun
keterampilan-keterampilan. Pendidikan adalah segala perbuatan yang etis,
kreatif, sistemati dan intensional dibantu oleh metode dan teknik ilmiah,
diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tertentu.
Dari
pelbagai definisi tersebut di atas dapat kita kita simpulkan bahwa pendidikan
merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk
mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan
bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar
mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki,
melanjutkanmengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu.
B.
Tujuan dan Proses Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang
baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan
memiliki dua fungsi yaitu memberi arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan
merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan. Sebagai
suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara
komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa seluruh komponen
dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan sematamata terarah kepada atau
ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut.
Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang tidak relevan dengan
tujuan tersebut dianggap menyimpang, tidak fungsional, bahkan salah, sehingga
harus dicegah terjadinya. Di sini terlihat bahwa tujuan pendidikan itu bersifat
normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan
dengan hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat
sebagai nilai hidup yang baik. Sehubungan dengan fungsi tujuan yang sangat
penting itu, maka suatu keharusan bagi pendidik untuk memahaminya.
Kekurangpahaman pendidik terhadap tujuan pendidikan dapat mengakibatkan
kesalahpahaman di dalam melaksanakan pendidikan.
Gejala demikian oleh Langeveld disebut sala teoritis (Umar Proses
pendidikan merupakan kegiatan memobilisasi segenap komponen pendidikan oleh
pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana proses pendidikan itu
dilaksanakan sangat menentukan kualitas hasil pencapaian tujuan pendidikan.
Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen
dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling tergantung.
Walaupun komponen-komponennya cukup baik, seperti tersedianya prasarana dan
sarana serta biaya yang cukup, juga ditunjang dengan pengelolaan yang andal
maka pencapaian tujuan tidak akan tercapai secara optimal. Demikian pula bila
pengelolaan baik tetapi di dalam kondisi serba kekurangan, akan mengakibatkan
hasil yang tidak optimal.
C.
Unsur-Unsur Pendidikan
Proses pendidikan melibatkan
banyak hal, yaitu :
1)
Subjek
yang dibimbing (peserta didik).
Peserta
didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebut
demikian oleh karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau
pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Selaku pribadi yang
memiliki ciri khas dan otonomi, ia ingin mengembangkan diri (mendidik diri)
secara terus menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup yang dijumpai
sepanjang hidupnya.
2)
Orang
yang membimbing (pendidik).
Pendidik
ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu
yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, guru, pemimpin program
pembelajaran, pelatihan, dan masyarakat/organisasi.
3)
Interaksi
antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif).
Interaksi
edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antar peserta didik
dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan
pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan
memanifulasikan isi, metode serta alat-alat pendidikan.
4) Ke arah
mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan).
Tujuan pendidikan bersifat
abstrak karena memuat nilai-nilai yang sifatnya abstrak. Tujuan demikian
bersifat umum, ideal, dan kandungannya sangat luas sehingga sulit untuk
dilaksanakan di dalam praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang
ditujukan kepada peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, dan
waktu tertentu dengan menggunakan alat tertentu.
5) Pengaruh
yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan).
Dalam sistem pendidikan persekolahan, materi telah diramu
dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini
meliputi materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang
mengandung misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal
nisinya mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi
lingkungan.
6) Cara yang
digunakan dalam bimbingan (alat dan metode).
Alat dan metode pendidikan
merupakan dua sisi dari satu mata uang. Alat melihat jenisnya sedangkan metode
melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat
dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan
dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan.
7) Tempat
peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan).
Lingkungan pendidikan biasa disebut tri pusat pendidikan
yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
D.
Proses
Belajar-Mengajar
Proses
belajar-mengajar meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adams
& Decey dalam Basic Principles Of Student Teaching, antara lain guru
sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partissipan, ekspeditor,
perencana, suvervisor, motivator,
penanya, evaluator dan konselor.
1)
Guru
sebagai demonstrator
Melalui
peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya
senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta
senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu
yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menetukan hasil belajar yang
dicapai oleh siswa. Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh guru ialah
bahwa ia sendiri adalah pelajar. Ini berarti bahwa guru harus belajar
terus-menerus. Dengan cara demikian ia akan memperkaya dirinya dengan berbagai
ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai demonstrator
sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya ialah agar apa yang disampaikannya
itu betul-betul dimiliki
oleh
anak didik.
2)
Guru
sebagai mediator dan fasilitator
Sebagai
mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang
media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi guna lebih
mengefektifkan proses belajarmengajar.
Dengan
demikian jelaslah bahwa media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan
yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses
pendidikan. Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber
belajar yang kiranya berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses
belajarmengajar, baik yang berupa
narasumber, buku teks, majalah ataupun surat
kabar.
3)
Guru
sebagai evaluator
Dalam
dunia pendidikan, setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada
waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan akan diadakan evaluasi,
artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periodependidikan tadi orang selalu mengadakan penilaian terhadap hasil yangtelah dicapai, baik oleh pihak terdidik maupun oleh pendidik.
Penilaian
perlu dilakukan, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui keberhasilan
pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau keefektifan metode
mengajar.
E.
Peran Pendidik Dalam Dunia Pendidikan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun
2003 Bab I Pasal 1 ayat 5 bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Sedangkan menurut ayat 6 Pendidik adalahtenaga kependidikan yang berkualifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Proses belajar/mengajar
adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya berarti, setiap kata, pikiran,
tindakan, dan asosiasi dan sampai sejauh mana kita mengubah lingkungan,
presentasi dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung (Lozanov, 1978).
Dalam hal ini pengaruh dari
peran seorang pendidik sangat besarsekali. Dimana keyakinan seorang pendidik
atau pengajar akan potensi manusia dan kemampuan semua peserta didik untuk
belajar dan berprestasi merupakan suatu hal yang penting diperhatikan.
Aspek-aspek teladan mental pendidik atau pengajar berdampak besar terhadap
iklim belajar dan pemikiran peserta didik yang diciptakan pengajar. Pengajar
harus mampu memahami bahwa perasaan dan sikap peserta didik akan terlihat dan berpengaruh
kuat pada proses belajarnya. (Bobbi DePorter : 2001)
Proses pendidikan merupakan
totalitas ada bersama pendidikbersamasama dengan anak didik; juga berwujud
totalitas pengarahanmenuju ke tujuan pendidikan tertentu, disamping orde
normatif guna mengukur kebaikan dan kemanfaatan produk perbuatan mendidik itu
sendiri. Maka perbuatan mendidik dan membentuk manusia muda itu amat sukar, tidak
boleh dilakukan dengan sembrono atau sambil lalu, tetapi benar-benarharus
dilandasi rasa tanggung jawab tinggi dan upaya penuh kearifan. Barang siapa tidak memperhatikan unsur
tanggung jawab moril sertapertimbangan rasional, dan perbuatan mendidiknya
dilakukan tanpa refleksi yang arif, berlangsung serampangan asal berbuat saja,
dan tidak disadari benar, maka pendidik yang melakukan perbuatan sedemikian
adalah orang lalai, tipis moralnya, dan bisa berbahaya secara sosial. Karena
itu konsepsi pendidikan yang ditentukan oleh akal budi manusia itu sifatnya
juga harus etis. Tanpa pertanggungjawaban etis ini perbuatan tersebut akan membuahkan
kesewenangwenangan terhadap anak-didiknya. Peran seorang pengajar atau pendidik
selain mentransformasikan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya kepada anak didik juga bertugas melakukan pembimbingan dan
pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama
bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal ini
sesuai dengan UU Republik Indonesia No. 20 Pasal 39 ayat 2. Di samping itu
merupakan suatu keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa di
dalam melaksanakan tugasnya harus berbuat dalam cara yang sesuai dengan keadaan
peserta didik Di mana selain peran yang telah disebutkan di atas, hal yang
perlu dan penting dimiliki oleh pendidik yaitu pendidik harus mengetahui
psikologis mengenai peserta didik.
Dalam proses pendidikan persoalan psikologis yang relevan
pada hakikatnya inti persoalan psikologis terletak pada peserta didik, sebab
pendidikan adalah perlakuan pendidik terhadap peserta didik dan secara
psikologis perlakuan pendidik tersebut harus selaras mungkin dengan keadaan
peserta didik. (Sumardi Suryabrata : 2004)
F.
Pengertian E-Learning
Salah satu wujud pemanfaatan teknologi ini adalah melalui
pengembangan e-learning di sekolah dan perguruan tinggi. E-Learning merupakan suatu teknologi
informasi yang relatif baru di Indonesia. Elearning terdiri dari dua bagian,
yaitu e- yang merupakan singkatan dari elektronika dan learning yang berarti
pembelajaran. Jadi e-Learning berarti pembelajaran dengan menggunakan jasa
bantuan perangkat elektronika, khususnya perangkat komputer. Karena itu, maka
e-Learning sering disebut pula dengan on-line course. e-Learning adalah
pembelajaran melalui jasa elektronik. Kini, e-Learning menjadi salah satu
alternatif pembelajaran karena keunggulan yang dimilikinya Sayangnya, meskipun
disadari e-learning dapat membantu mempercepat proses pendidikan dan
meningkatkan mutu pendidikan, pemanfaatannya belum populer di sekolah-sekolah
bahkan di perguruan tinggi di Indonesia.
E-learning (electronic learning) adalah pembelajaran baik secara formal
maupun informal yang dilakukan melalui media elektronik, seperti internet,
intranet, CD-ROM, video tape, DVD, TV, handphone, PDA, dan lainlain (Lende, 2004). Akan tetapi, e-learning
pembelajaran yang lebih dominant menggunakan internet (berbasis web).
G.
Fungsi Pembelajaran Elektronik
a.
Suplemen
Dikatakan berfungsi sebagai supplemen (tambahan), apabila
peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran
elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi
peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun
sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki
tambahan pengetahuan atau wawasan.
b.
Komplemen
(tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap) apabila
materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran
yang diterima siswa di dalam kelas (Lewis, 2002). komplemen berarti materi pembelajaran
elektronik diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) atau
remedial bagi didik di dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran konvensional.
Materi pembelajaran elektronik dikatakan sebagai
enrichment, apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat
menguasai/memahami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka
(fast learners) diberikan kesempatan
untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus
dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat
penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam
kelas. Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta didik yang
mengalami kesulitan memahami materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap
muka di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran
elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar
peserta didik semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang disajikan guru
di kelas.
c.
Substitusi
(pengganti)
Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju
memberikan beberapa alternatif model kegiatan pembelajaran/perkuliahan kepada
para mahasiswanya. Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel mengelola
kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu dan aktivitas lain sehari-hari
mahasiswa. Ada
3 alternatif model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta didik,
yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap (konvensional),
(2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan
(3) sepenuhnya melalui internet. Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan dipilih mahasiswa tidak menjadi masalah
dalam penilaian. Karena ketiga model penyajian materi perkuliahan mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika mahasiswa
dapat menyelesaikan program perkuliahannya dan lulusmelalui cara konvensional atau sepenuhnya melalui internet, atau
bahkan perpaduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara pendidikan akan
memberikan pengakuan yang sama.
Keadaan yang sangat
fleksibel ini dinilai sangat membantu mahasiswa untuk mempercepat penyelesaian
perkuliahannya.
H.
Manfaat Pembelajaran
elektronik Learning
Menurut
A. W. Bates (Bates, 1995) dan K. Wulf (Wulf, 1996) manfaat Pembelajaran elektronik Learning
(e-Learning) itu terdiri atas 4 hal, yaitu:
1) Meningkatkan
kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur
(enhance interactivity). Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran
elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pembelajaran, baik antara peserta
didik dengan guru/instruktur, antara sesama peserta didik, maupun antara
peserta didik dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda halnya
dengan pembelajaran yang bersifat konvensional. Tidak semua peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatanuntuk
mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan pendapatnya didalam diskusi. Hal ini disebabkan karena pada pembelajaran
yang bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau bertanya jawab sangat
terbatas. Biasanya kesempatan yang terbatas ini
juga cenderung didominasi oleh beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan
berani. Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun yang ragu-ragu atau
kurang berani mempunyai peluang yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun
menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa diawasi atau mendapat tekanan
dari teman sekelas (Loftus, 2001).
2) Memungkinkan
terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapansaja (time and
place flexibility). Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas secara
elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta didikmelalui internet, maka peserta didik dapat melakukan interaksi dengan
sumber belajar ini kapan saja dan dari mana saja
(Dowling, 2002). Demikian juga dengan
tugas-tugas kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada
guru/dosen/instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu menunggu sampai
ada janji untuk bertemu dengan guru/instruktur.
3) Menjangkau peserta didik dalam
cakupan yang luas (potential to reach aglobal
audience). Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah peserta didik
yang dapat dijangkau melalui kegiatan pembelajaran elektronik semakin lebih
banyak atau meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi hambatan. Siapa saja, di
mana saja, dan kapan saja, seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber
belajar dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-benar terbuka
lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.
4) Mempermudah penyempurnaan dan
penyimpanan materi pembelajaran (easy
updating of content as well as archivable capabilities). Fasilitas yang tersedia dalam
teknologi internet dan berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut
membantu mempermudah pengembangan bahan belajar elektronik. Demikian juga dengan
penyempurnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan tuntutan
perkembangan materi keilmuannya dapat dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping
itu, penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran dapat pula dilakukan,
baik yang didasarkan atas umpan balik dari peserta didik maupun atas hasil
penilaian guru/dosen/ instruktur selaku penanggung-jawab atau pembina materi
pembelajaran itu sendiri.
BAB
IV
PEMBAHASAN
A. Peran
Pendidik pada Proses Belajar-Mengajar melalui
Pengembangan e-Learning
Proses belajar mengajar
merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peranan utama. Karena Proses belajar-mengajar mengandung serangkaian
perbuatan pendidik/guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi
atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu merupakan syarat utama
bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar. Interaksi dalam peristiwa
belajar-mengajar ini memiliki arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan
antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan
hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan menanamkan sikap dan nilai
pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru dalam proses belajar-mengajar ,
guru tidak hanya tampil lagi sebagai pengajar (teacher), seperti
fungsinya yang menonjol selama ini, melainkan beralih sebagai pelatih (coach),
pembimbing (counselor) dan
manager belajar (learning manager). Hal ini sudah sesuai dengan fungsi
dari peran guru masa depan. Di mana sebagai pelatih, seorang guru akan berperan
mendorong siswanya untuk menguasai alat belajar, memotivasi siswa untuk bekerja
keras dan mencapai prestasi setinggi-tingginya, dan membantu siswa untuk
bekerja keras dan membantu siswa menghargai nilai belajar dan pengetahuan.
e-Learning menjadi salah satu alternatif pembelajaran karena keunggulan yang
dimilikinya Sayangnya, meskipun disadari e-learning dapat membantu mempercepat
proses pendidikan dan meningkatkan mutu pendidikan, pemanfaatannya belum populer
di sekolah-sekolah bahkan di perguruan tinggi di Indonesia. Padahal teknologi
informasi dapat dipergunakan untuk memperluas daya jangkau kesempatan
pendidikan ke seluruh pelosok Tanah
Air. Upaya ini bisa dilakukan dengan mengembangkan sistem
delivery sumber-sumber pendidikan Sistem delivery itu dapat dilakukan dengan menggunakan
kemajuan teknologi, termasuk dalam hal ini dengan system belajar jarak jauh,
Penggunaan e-Learning tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet. Internet
pada dasarnya adalah kumpulan informasi yang tersedia di komputer yang bisa
diakses karena adanya jaringan yang tersedia di komputer tersebut. Oleh karena
itu bisa dimengerti kalau e-Learning bisa dilaksanakan karena jasa Internet
ini. e-Learning sering disebut pula dengan nama on-line course karena
aplikasinya memanfaatkan jasa Internet. e-Learning menyadari bahwa di Internet
dapat ditemukan berbagai informasi dan informasi itu dapat diakses secara lebih
mudah, kapan saja dan dimana saja, maka pemanfaatan Internet menjadi suatu kebutuhan.
Bukan itu saja, pengguna Internet bisa berkomunikasi dengan pihak lain dengan
cara yang sangat mudah melalui teknik e-moderating yang tersedia di Internet.
Tersedianya fasilitas e-Moderating dimana guru dan siswa dapat berkomunikasi
secara mudah melalui fasilitas Internet secara regular atau kapan saja kegiatan
berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
Guru dan siswa dapat
menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadwal
melalui Internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh
bahan ajar dipelajari; Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap
saat dan dimana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer.
Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang
dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di Internet secara lebih mudah. Baik
guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui Internet yang dapat diikuti
dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga
menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas.
Berubahnya peran siswa dari
yang biasanya pasif menjadi aktif. Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka
yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional, bagi mereka
yang sibuk bekerja, bagi mereka yang bertugas di kapal, di luar negeri,
dsb-nya.
B.
Upaya Membangun Budaya Belajar melalui Pengembangan
Elearning
Ada empat komponen penting
dalam membangun budaya belajar dengan menggunakan model e-learning di sekolah.
Pertama, siswa dituntut secara mandiri dalam belajar dengan berbagai pendekatan yang
sesuai agar siswa mampu mengarahkan, memotivasi, mengatur dirinya sendiri dalam
pembelajaran. Kedua, guru mampu mengembangkan
pengetahuan dan ketrampilan, memfasilitasi
dalam pembelajaran, memahami belajar dan halhal yang dibutuhkan dalam
pembelajaran. Ketiga tersedianya infrastruktur yang memadai dan yang ke empat
administrator yang kreatif serta penyiapan infrastrukur dalam memfasilitasi
pembelajaran. Kunci sukses terealisasinya program e-learning, yakni adanya
perencanaan dan leadership yang terarah dengan mempertimbangkan efektifitas
dalam pembiayaan, integritas system teknologi serta kemampuan guru dalam
mengadapsi perubahan model pembelajaran yang baru yang sudah barang tentu
didukung kemampuan mencari bahan pembelajaran melalui internet serta
mempersiapkan budayabelajar. Ada empat langkah dalam manajemen pengelolaan
program e-learning yakni pertama menentukan strategi yang jelas tentang target audience,
pembelajarannya, lokasi audience, ketersediannya infrastruktur, budget dan pengembalian investasi yang tidak
hanya berupa uang tunai.
Kedua menentukan peralatan misalnya hoste vs installed LMS
dan Commercial or OS-LMS, ketiga adalah adanya hubungan dengan perusahan yang
mengembangkan penelitian berkaitan dengan program e-learning yang dikembangkan
di sekolah. Ke empat menyiapkan bahan-bahan yang akan dibutuhkan bersifat
spesifik, usulan yang dapat diimplementasikan serta menyiapkan short response
time. Kesemuanya itu, hendaknya perlu dipikirkan masak-masak dalam konteks
investasi jangka panjang.
Membudayakan belajar berbasis TIK (Teknologi Informasi dan Komputer)
Berkembangnya teknologi pembelajaran berbasis TIK mulai tahun 1995an, salah
satu kendalanya adalah menyiapkan peserta didik dalam budaya belajar berbasis
teknologi informasi serta kurang trampilnya menggunakan perangkat komputer sebagai sarana
belajar, serta masih terbatasnya ahli dalam teknologi multimedia khususnya
terkait dengan model-model pembelajaran.
Untuk mempersiapkan budaya
belajar berbasis TIK adalah keterlibatan orang tua murid dan kultur masyarakat
akan teknologi serta dukungan dari lingkungan merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan.
Pembentukan kominitas TIK sangat mendukung untuk membudayakan anak didik dengan
teknologi. Model ini telah dikembangkan di Jepang tepatnya di Shuyukan High
School dengan membentuk club yang dinamai (Information Science Club), yakni
sebagai wadah siswa untuk bersinggungan dengan budaya teknologi. Kompetensi guru dalam pembelajaran Ada tiga
kompetensi dasar yang harus dimiliki guru untuk menyelenggarakan model
pembelajaran elearning.
Pertama kemampuan untuk membuat desain
instruksional (instructional design)
sesuai dengan kaedah-kaedah paedagogis yang dituangkan dalam rencana
pembelelajaran. Kedua, penguasaan TIK dalam pembelajaran yakni pemanfaatan
internet sebagai sumber pembelajaran dalam rangka mendapatkan materi ajar yang
up to date dan berkualitas dan yang ketiga adalah penguasaan materi pembelajaran
(subject metter) sesuai dengan
bidang keahlian yang dimiliki. Langkah-langkah kongkrit yang harus dilalui oleh
guru dalam pengembangan bahan pembelajaran adalah mengidentifikasi bahan
pelajaran yang akan disajikan setiap pertemuan,
menyusun kerangka materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan instruksional
dan pencapainnya sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditetapkan. Bahan
tersebut selanjutnya dibuat tampilan yang menarik mungkin dalam bentuk power
point dengan didukung oleh gambar, video dan bahan animasi lainnya agar siswa
lebih tertarik dengan materi yang akan dipelajari serta diberikan
latihan-latihan sesuai dengan kaedah-kaedah evaluasi pembelajaran sekaligus
sebagai bahan evaluasi kemajuan siswa. Bahan pengayaan (additional matter)
hendaknya diberikan melalui link ke situs-situs sumber belajar yang ada di
internet agar siswa mudah mendapatkannya. Setelah bahan tersebut selesai maka
secara teknis guru tinggal meng-upload situs e-learning yang telah dibuat Beberapa
hal yang perlu dicermati dalam menyelenggarakan program elearning / digital
classroom adalah guru menggunakan internet dan email untuk berinteraksi
dengan siswa untuk mengukur kemajuan belajar siswa, siswa mampu mengatur waktu
belajar, dan pengaturan efektifitas pemanfaatan internet dalam ruang multi
media.
TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI PENDIDIKAN
Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
secara umum adalah semua yang teknologi
berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan
penyajian informasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 6). Tercakup
dalam definisi tersebut adalah semua perangkat keras, perangkat lunak,
kandungan isi, dan infrastruktur komputer maupun (tele)komunikasi. Istilah TIK
atau ICT (Information and Communication
Technology), atau yang di kalangan negara Asia berbahasa Inggris disebut
sebagai Infocom, muncul setelah
berpadunya teknologi komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya)
dan teknologi komunikasi sebagai sarana penyebaran informasi pada paruh kedua
abad ke-20. Perpaduan kedua teknologi tersebut berkembang sangat pesat, jauh
melampaui bidang-bidang teknologi lainnya. Bahkan sampai awal abad ke-21 ini,
dipercaya bahwa bidang TIK masih akan terus pesat berkembang dan belum terlihat
titik jenuhnya sampai beberapa dekade mendatang. Pada tingkat global,
perkembangan TIK telah mempengaruhi seluruh bidang kehidupan umat manusia.
Intrusi TIK ke dalam bidang-bidang teknologi lain telah sedemikian jauh
sehingga tidak ada satupun peralatan hasil inovasi teknologi yang tidak
memanfaatkan perangkat TIK.
Membicarakan pengaruh TIK pada
berbagai bidang lain tentu memerlukan waktu diskusi yang sangat panjang. Dalam
makalah ini, kaitan TIK dengan proses pembelajaran disoroti lebih dibanding
dengan kaitannya dengan bidang lain. Tanpa mengecilkan pengaruh TIK di bidang
lain, bidang pembelajaran mendapatkan manfaat lebih dalam kaitannya dengan
kemampuan TIK mengolah dan menyebarkan informasi.
PERKEMBANGAN
TIK
Bila dilacak ke belakang, terdapat beberapa tonggak perkembangan
teknologi yang secara nyata memberi sumbangan terhadap eksistensi TIK saat ini.
Pertama adalah temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875.
Temuan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penggelaran jaringan komunikasi
dengan kabel yang melilit seluruh daratan Amerika, bahkan kemudian diikuti
pemasangan kabel komunikasi trans-atlantik. Inilah infrastruktur masif pertama
yang dibangun manusia untuk komunikasi global. Memasuki abad ke-20, tepatnya
antara tahun 1910-1920, terealisasi transmisi suara tanpa kabel melalui siaran
radio AM yang pertama (Lallana, 2003:5). Komunikasi suara tanpa kabel segera
berkembang pesat, dan kemudian bahkan diikuti pula oleh transmisi audio-visual
tanpa kabel, yang berwujud siaran televisi pada tahun 1940-an. Komputer
elektronik pertama beroperasi pada tahun 1943, yang kemudian diikuti oleh
tahapan miniaturisai komponen elektronik melalui penemuan transistor pada tahun
1947, dan rangkaian terpadu (integrated
electronics) pada tahun 1957. Perkembangan
teknologi elektronika, yang merupakan soko guru TIK saat ini, mendapatkan momen
emasnya pada era perang dingin. Persaingan IPTEK antara blok Barat (Amerika
Serikat) dan blok Timur (eks Uni Sovyet) justru memacu perkembangan teknologi
elektronika lewat upaya miniaturisasi rangkaian elektronik untuk pengendali
pesawat ruang angkasa maupun mesin-mesin perang. Miniaturisasi komponen
elektronik, melalui penciptaan rangkaian terpadu, pada puncaknya melahirkan
mikroprosesor. Mikroprosesor inilah yang menjadi ‘otak’ perangkat keras
komputer, dan terus berevolusi sampai saat ini.
Di lain pihak, perangkat
telekomunikasi berkembang pesat saat mulai diimplementasi-kannya teknologi
digital menggantikan teknologi analog yang mulai menampakkan batas-batas
maksimal pengeksplorasiannya. Digitalisasi perangkat telekomunikasi kemudian
berkonvergensi dengan perangkat komputer yang dari awal merupakan perangkat
yang mengadopsi teknologi digital. Produk hasil konvergensi inilah yang saat
ini muncul dalam bentuk telepon seluler. Di atas infrastruktur telekomunikasi
dan komputasi inilah kandungan isi (content) berupa multimedia, mendapatkan
tempat yang tepat untuk berkembang. Konvergensi
telekomunikasi-komputasi-multimedia inilah yang menjadi ciri abad ke-21,
sebagaimana abad ke-18 dicirikan oleh revolusi industri. Bila revolusi industri
menjadikan mesin-mesin sebagai pengganti ‘otot’ manusia maka revolusi digital
(karena konvergensi telekomunikasi-komputasi-multimedia terjadi melalui
implementasi teknologi digital) menciptakan mesin-mesin yang mengganti (atau
setidaknya meningkatkan kemampuan) ‘otak’ manusia.
Indonesia pernah menggunakan
istilah telematika (telematics) untuk
maksud yang kurang lebih sama dengan TIK yang kita kenal saat ini. Encarta Dictionary mendeskripsikan telematics sebagai telecommunication+informatics (telekomunikasi+informatika)
meskipun sebelumnya kata itu bermakna science
of data transmission. Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui
jaringan telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai
bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Ide untuk menggunakan
mesin-belajar, membuat simulasi proses-proses yang rumit, animasi proses-proses
yang sulit dideskripsikan, sangat menarik minat praktisi pembelajaran. Tambahan
lagi, kemungkinan untuk melayani pembelajaran yang tak terkendala waktu dan
tempat, juga dapat difasilitasi oleh TIK. Sejalan dengan itu mulailah
bermunculan berbagai jargon berawalan e,
mulai dari e-book, e-learning,
e-laboratory, e-education, e-library dan sebagainya. Awalan e-
bermakna electronics yang secara
implisit dimaknai berdasar teknologi
elektronika digital.
KEBIJAKAN NASIONAL BIDANG TIK
Menyadari pentingnya TIK
sebagai bidang yang berperan besar dalam pembangunan nasional, Kementerian
Negara Riset dan Teknologi memberikan arahan sektor-sektor yang diprioritaskan
untuk dikembangkan melalui kegiatan riset, antara lain: infrastruktur
informasi, perangkat lunak, kandungan informasi (information content), pengembangan SDM dan kelembagaan,
pengembangan regulasi dan standarisasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi,
2006: 5).
INFRASTRUKTUR
INFORMASI
Infrastruktur informasi
terdiri atas beberapa aspek yang seluruhnya harus dibangun secara paralel dan
saling menunjang. Aspek pertama adalah jaringan fisikyang berfungsi sebagai
jalan raya informasi baik pada tingkat jaringan tulang-punggung maupun tingkat
akses pelanggan. Jaringan tulang punggung harus mampu menghubungkan seluruh
daerah Indonesia sampai wilayah pemerintahan terkecil. Pada tingkat akses
pelanggan harus memungkinkan tersedianya akses yang murah dan memadai bagi
masyarakat luas.
Aspek kedua menekankan pada
kemanfaatan sebesar-besarnya pengelolaan sumber informasi bagi seluruh komponen
masyarakat. Kondisi ini dapat dicapai melalui diwujudkannya interoperabilitas
sumber daya informasi yang tersebar luas sehingga dapat dimanfaatkan secara
efisien dan efektif oleh seluruh pemangku kepentingan.
Aspek terakhir adalah
pengembangan perangkat keras, baik di sisi jaringan maupun di sisi terminal.
Pengembangan ini harus dirancang berdasarkan kebutuhan dan kondisi jaringan
yang ada di Indonesia, dengan mengadopsi sistem terbuka dan menanamkan tingkat
kecerdasan tertentu untuk memudahkan integrasi sistem dan pengembangannya di
masa depan.
PERANGKAT
LUNAK
Pengembangan perangkat lunak diarahkan pada realisasi sistem aplikasi
yang mampu menunjang proses transaksi ekonomi yang cepat dan aman, serta
pengambilan keputusan yang benar dan cepat. Harga yang terjangkau dan daya
saing pada tingkat internasional merupakan salah satu kriteria yang
dipersyaratkan, khususnya mendukung kebijakan substitusi impor.
Perangkat lunak sistem operasi dengan kehandalan tinggi dan kebutuhan
sumber daya memori maupun prosesor yang minimal serta fleksibel terhadap
perangkat keras maupun program aplikasi yang baru, merupakan prioritas yang
harus dikembangkan. Program aplikasi
juga perlu dikembangkan, terutama yang terkait dengan sektor perekonomian,
industri, pendidikan, maupun pemerintahan.
Dalam mempercepat pengembangan
dan pendayagunaan perangkat lunak, perlu pula ditinjau implementasi konsep open source. Penerapan konsep open source ini diharapkan mampu
menggalakkan industri perangkat lunak dengan partisipasi seluruh lapisan
masyarakat tanpa melakukan pelanggaran hak cipta.
KANDUNGAN
INFORMASI
Kegiatan pengembangan kandungan informasi (information content)
bertujuan melakukan penataan,
penyimpanan, dan pengolahan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan
efisiensi proses pembangunan, pengorganisasian,
pencarian, dan pendistribusian informasi.
Kegiatan riset dan
pengembangan kandungan informasi diawali dengan pemetaan berbagai potensi dan
informasi nasional beserta pemodelan proses
information retrieval. Dengan
demikian implementasi information
repository dan information sharing merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan pengembangan teknologi
informasi dan komunikasi. Pemanfaatan maksimal kandungan informasi yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan potensi lokal, akumulasi kekayaan
seni dan budaya Indonesia yang beraneka
ragam dapat pula dieksploitasi sebesar-besarnya untuk menghasilkan
produk-produk seni budaya yang berbasis
multimedia.
PENGEMBANGAN SDM
Dalam pengembangan Sumber Daya
Manusia (SDM) diperlukan upaya peningkatan kemandirian dan keunggulan, yang
salah satunya adalah dengan mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan untuk
membentuk keahlian dan keterampilan masyarakat dan peneliti dalam bidang
teknologi yang strategis serta mengantisipasi timbulnya kesenjangan keahlian
sebagai akibat kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi dan
komunikasi.
PENGEMBANGAN
REGULASI DAN STANDARISASI
Program kajian regulasi meliputi penyusunan Undang-Undang dan
penyempurnaan berbagai kebijakan terkait bidang teknologi informasi, komunikasi
dan broadcasting. Salah satunya
adalah penyempurnaan Cetak Biru Telekomunikasi dan UU Telekomunikasi No.
36/1999 yang sudah mulai ketinggalan dengan perkembangan teknologi dan tuntutan
masyarakat. Penyelesaian Rancangan UU tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dan berbagai UU lain yang dapat mendorong pertumbuhan aplikasi IT sangatlah diharapkan
realisasinya pada tahun 2005-2025. Termasuk dalam kerangka regulasi ini adalah
mempercepat terlaksananya proses kompetisi yang sebenar-benarnya dalam
penyediaan jasa telekomunikasi sehingga dapat memberikan perbaikan kondisi
layanan, kemudahan bagi pengguna jasa, serta harga yang ekonomis.
TIK
DALAM PEMBELAJARAN
Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah
yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan
televisi pendidikan sebagai upaya melakukan penyebaran informasi ke satuan-satuan
pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara, merupakan wujud dari kesadaran
untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran
masyarakat. Kelemahan utama siaran
radio maupun televisi pendidikan adalah tidak adanya interaksi imbal-balik yang
seketika. Siaran bersifat
searah, dari nara sumber belajar atau fasilitator kepada pembelajar.
Introduksi komputer dengan kemampuannya mengolah
dan menyajikan tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara, dan movie) memberikan peluang baru untuk
mengatasi kelemahan yang tidak dimiliki siaran radio dan televisi. Bila
televisi hanya mampu memberikan informasi searah (terlebih-lebih bila materi
tayangannya adalah materi hasil rekaman), pembelajaran berbasis teknologi
internet memberikan peluang berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron (delayed). Pembelajaran berbasis Internet
memungkinkan terjadinya pembelajaran secara sinkron dengan keunggulan utama
bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak harus berada di satu tempat yang
sama. Pemanfaatan teknologi video
conference yang dijalankan berdasar teknologi Internet, memungkinkan
pembelajar berada di mana saja sepanjang terhubung ke jaringan komputer. Selain
aplikasi puncak seperti itu, beberapa peluang lain yang lebih sederhana dan
lebih murah juga dapat dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK saat ini.
BUKU
ELEKTRONIK
Buku elektronik atau ebook
adalah salah satu teknologi yang memanfaatkan komputer untuk menayangkan
informasi multimedia dalam bentuk yang ringkas dan dinamis. Ke dalam ebook dapat diintegrasikan tayangan
suara, grafik, gambar, animasi, maupun movie
sehingga informasi yang disajikan lebih kaya dibandingkan dengan buku
konvensional.
Jenis ebook paling sederhana
adalah yang sekedar memindahkan buku konvensional menjadi bentuk elektronik
yang ditayangkan oleh komputer. Dengan teknologi ini, ratusan buku dapat
disimpan dalam satu keping CD atau compact
disk (kapasitas sekitar 700MB), DVD atau digital versatile disk (kapasitas 4,7 sampai 8,5 GB), ataupun flashdisk (saat ini kapasitas yang
tersedia sampai 4 GB). Bentuk yang lebih kompleks dan memerlukan rancangan yang
lebih cermat ada pada misalnya Microsoft
Encarta dan Encyclopedia Britannica
yang merupakan ensiklopedi dalam format multimedia. Format multimedia
memungkinkan ebook menyediakan tidak
saja informasi tertulis tetapi juga suara, gambar, movie dan unsur multimedia lainnya. Penjelasan tentang satu jenis
musik, misalnya, dapat disertai dengan cuplikan suara jenis musik tersebut
sehingga pengguna dapat dengan jelas memahami apa yang dimaksud oleh penyaji.
E-LEARNING
Beragam definisi dapat ditemukan untuk e-learning. Victoria L. Tinio, misalnya, menyatakan bahwa e-learning meliputi pembelajaran pada
semua tingkatan, formal maupun nonformal yang menggunakan jaringan komputer
(intranet maupun ekstranet) untuk pengantaran bahan ajar, interaksi, dan/atau
fasilitasi (Tinio, tt: 4). Untuk
pembelajaran yang sebagian prosesnya berlangsung dengan bantuan jaringan
internet, sering disebut sebagai online
learning. Definisi yang lebih
luas dikemukakan pada working paper SEAMOLEC,
yakni e-learning adalah pembelajaran melalui jasa elektronik
(SEAMOLEC, 2003:1). Meski beragam definisi namun pada dasarnya disetujui bahwa e-learning adalah pembelajaran dengan
memanfaatkan teknologi elektronik sebagai sarana penyajian dan distribusi
informasi. Dalam definisi tersebut tercakup siaran radio maupun televisi
pendidikan sebagai salah satu bentuk e-learning.
Meskipun per definisi radio dan televisi
pendidikan adalah salah satu bentuk e-learning,
pada umumnya disepakati bahwa e-learning
mencapai bentuk puncaknya setelah bersinergi dengan teknologi internet. Internet-based learning atau web-based learning dalam bentuk paling
sederhana adalah web-site yang
dimanfaatkan untuk menyajikan materi-materi pembelajaran. Cara ini memungkinkan
pembelajar mengakses sumber belajar yang disediakan oleh nara sumber atau fasilitator kapanpun
dikehendaki. Bila diperlukan, dapat pula disediakan mailing-list khusus untuk situs pembelajaran tersebut yang
berfungsi sebagai forum diskusi.
Fasilitas e-learning yang lengkap disediakan oleh perangkat lunak khusus
yang disebut perangkat lunak pengelola pembelajaran atau LMS (learning
management system). LMS mutakhir
berjalan berbasis teknologi internet sehingga dapat diakses dari manapun selama
tersedia akses ke internet (Hari Wibawanto, 2006). Fasilitas yang disediakan
meliputi pengelolaan siswa atau peserta didik, pengelolaan materi pembelajaran,
pengelolaan proses pembelajaran termasuk pengelolaan evaluasi pembelajaran
serta pengelolaan komunikasi antara pembelajar dengan
fasilitator-fasilitatornya. Fasilitas ini memungkinkan kegiatan belajar
dikelola tanpa adanya tatap muka langsung di antara pihak-pihak yang terlibat
(administrator, fasilitator, peserta didik atau pembelajar). ‘Kehadiran’
pihak-pihak yang terlibat diwakili oleh email, kanal chatting, atau melalui
video conference.
APLIKASI
LAIN
Selain e-book dan fasilitas e-learning, berbagai aplikasi lain
bermunculan (dan kadang saling berintegrasi sehingga menimbulkan sinergi)
sebagai dampak ikutan perkembangan TIK terutama internet.
E-zine dari kata e-magazine,
merupakan bentuk digital dari majalah konvensional. Penerbitan majalah
berformat digital memungkinkan ditekannya ongkos produksi (karena tidak perlu
mencetak) dan distribusi (karena sekali diupload ke server, seluruh dunia bisa
mengaksesnya). Pemutakhiran isinya juga dapat dilakukan dengan sangat cepat
sehingga perkembangan mutakhir dapat disajikan dengan lebih cepat. Termasuk
dalam kategori e-zine ini adalah e-newspaper yang berfokus pada berita terkini
dan e-journal yang memfokuskan diri pada laporan hasil-hasil penelitian.
E-laboratory, merupakan bentuk
digital dari fasilitas dan proses-proses laboratorium yang dapat disimulasikan
secara digital. Pada dasarnya, perangkat lunak ini adalah perangkat lunak
animasi dan simulasi yang dapat dikemas dalam keping CD, DVD maupun disajikan
pada web-site sebagai web-based application (perangkat lunak yang berjalan pada
jaringan internet).
Blog atau weblog adalah perkembangan mutakhir di bidang web-based
application. Ide semula adalah menyediakan fasilitas electronic diary atau buku
harian elektronik untuk remaja. Pengguna dapat mengisi buku harian tersebut
semudah menulis email, mengunggah (upload) ke server hanya dengan meng-klik
ikon, dan hasilnya adalah tayangan tulisan di layar browser. Pemakai internet di manapun berada dapat melihat
publikasi tersebut dengan mengakses alamat situs, misalnya: http://hariwibawanto.wordpress.com. Dari sisi kandungan isi, blok sekarang
banyak berisi gagasan, ide, dan opini pribadi tentang satu masalah yang menarik
secara subyektif. Meskipun akurasi informasi yang tersaji masih bisa
diperdebatkan, tetapi yang penting adalah blog memungkinkan seseorang tanpa
pengetahuan desain web-site dapat dengan mudah membuat web-site pribadi dan
mengelola maupun memutakhirkan isinya dengan sangat mudah. Kemudahan lain
adalah tersedianya banyak server blog gratis. Dalam konteks pemanfaatannya bagi
proses pembelajaran, kandungan isi blog pembelajar, misalnya, dapat menjadi
umpan balik bagi fasilitator.
KONTEKS
LOKAL: UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Salah satu syarat awal
keterlibatan sivitas akademika dalam dunia TIK modern adalah computer literate atau melek komputer.
Pendekatannya bisa top-down (dari dosen turun ke mahasiswa) atau sebaliknya
bottom-up (dari mahasiswa naik ke dosen), atau dua-duanya berjalan simultan.
Pendekatan ketiga itulah yang secara alami terjadi di Universitas Negeri
Semarang (Unnes). Penetrasi budaya masyarakat informasi yang ditularkan oleh
perguruan tinggi besar di Indonesia maupun luar negeri telah menjadikan
sebagian dosen melek komputer dan melek internet lebh dulu dari rekan-rekannya
yang lain. Aset inilah yang secara alami melalui proses interaksi saling
memerlukan, menjadi sarana persebaran keterampilan (dan budaya) menggunakan
komputer dan internet.
Penggarapan lebih serius dilakukan oleh UPT Sumber Belajar dan Media
melalui kegiatan-kegiatan pelatihan produksi multimedia, perancangan situs web,
dan sebagainya, yang berlangsung sejak tahun 2000. Dalam kegiatan-kegiatan
pelatihan itulah dilakukan pengenalan pemanfaatan komputer untuk pembelajaran,
sehingga menimbulkan gairah belajar-mengajar dengan fasilitas komputer.
Sejak itu, mulailah masing-masing jurusan maupun program studi
menyediakan fasilitas laboratorium komputer maupun laboratorium produksi
multimedia. Kebutuhan yang mendesak terhadap akses internet mulai dilayani oleh
warung internet yang bekerjasama dengan UPT Perpustakaan, kemudian disusul oleh
layanan serupa di Jurusan Fisika, Jurusan Ekonomi, dan Jurusan Teknik Elektro.
Menyadari pentingnya akses Internet dan fasilitas pembelajaran berbasis
TIK lainnya, maka pada tahun 2006, melalui program hibah kompetisi INHERENT
Unnes berupaya menyatukan jaringan-jaringan komputer lokal yang ada di 8
fakultas dengan menggunakan back-bone serat optik. Upaya itu berhasil dilakukan
setelah Unnes memenangkan hibah INHERENT (Unnes, 2006). Penyatuan jaringan
lokal tersebut memungkinkan dioperasikannya sistem informasi online yang mulai
tahun 2007 dimanfaatkan sebagai sarana heregistrasi, yudisium, dan pengisian
KRS secara online. Pengembangan selanjutnya adalah menyatukan beberapa kampus
Unnes yang berada di lokasi lain (misalnya: Program Pascasarjana di Bendan
Ngisor dan PGSD di Karanganyar) menjadi satu jaringan dengan kampus pusat di
Gunungpati. Sayangnya, keterbatasan
anggaran rutin yang disediakan Unnes menjadikan rencana-rencana tersebut hanya
dapat dilaksanakan dengan mengandalkan dana-dana dari program hibah
kompetisi. Tim-tim yang dibentuk oleh
Unnes mendapat tugas berat untuk mengajukan dan mempertahankan proposal yang
diajukan ke Direktorat Pendidikan Tinggi, bersaing dengan ratusan perguruan
tinggi lain (negeri maupun swasta), agar dapat didanai.
Beberapa permasalahan yang ditengarai menjadi tantangan pemanfataan TIK
bagi pembelajaran di Unnes antara lain adalah:
- Adanya digital divide dalam konteks lokal
Unnes sendiri. Ada kesenjangan antara mahasiswa yang memperoleh kekayaan
informasi lebih dengan mahasiswa yang memiliki akses informasi terbatas,
baik akibat belum meratanya ketersediaan fasilitas, kurangnya keterampilan
mengakses informasi, kurangnya dukungan finansial, maupun oleh sebab-sebab
lain yang belum bisa diidentifikasi. Kesenjangan digital ini juga terjadi
pada level dosen dan sivitas akademika lainnya.
- Adanya
resistansi atau penolakan baik yang bersifat statik (berupa sifat malas
berubah dan malas belajar) maupun agresif (perlawanan, karena menjadi
pihak yang ‘dirugikan’).
- Ketergantungan
pada sumber dana yang berasal dari hibah kompetisi menjadikan perkembangan
TIK di Unnes tidak selalu berjalan sesuai skenario ideal. Hal itu disebabkan setiap program hibah
yang diluncurkan Dikti senantiasa memiliki arah dan fokus sendiri, dan
tidak selalu bisa dikaitkan dengan implementasi TIK.
PELUANG-PELUANG
DI MASA DEPAN
Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi maupun Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, termuat mata ajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk SMP/MI
maupun SMA/SMK/MA/MAK. Sampai saat ini belum ada Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan yang menghasilkan guru dengan spesialisasi pengajar Teknologu
Informasi dan Komunikasi. Sebagian besar guru TIK di lapangan adalah guru yang
berasal dari bidang keahlian kependidikan lain yang kebetulan ‘bisa
mengoperasikan komputer’ atau bahkan sarjana-sarjana komputer. Ini merupakan
peluang bagi LPTK seperti Unnes, baik dengan membuka secara khusus program
studi yang terkait dengan TIK ataupun membekali calon guru dengan keterampilan
TIK yang memadai sehingga tidak gamang menghadapi penugasan sebagai guru TIK.
Ladang garapan lain yang seharusnya digarap LPTK seperti Unnes adalah
bidang pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran. Kiranya program studi Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan (dengan penekanan pada frasa terakhir, Teknologi Pendidikan) tepat
untuk menggarap bidang tersebut. Berikut adalah sebagian dari daftar panjang
bidang-bidang yang seharusnya digarap Unnes sebagai LPTK:
·
Kajian desain dan
implementasi bahan ajar multimedia;
·
Kajian teori-teori belajar
terkait proses pembelajaran online;
·
Kajian eksploratif pemanfaatan jaringan Internet
dalam proses pembelajaran;
·
Desain dan implementasi perangkat lunak
pembelajaran dengan berlandaskan pada teori belajar mutakhir;
·
Pemanfaatan secara kreatif aplikasi-aplikasi
berbasis internet yang telah ada menjadi alat bantu pembelajaran;
·
Kajian pemanfaatan chatting, blogging, maupun teleconferencing pada proses
pembelajaran;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar