KERAJAAN SRIWIJAYA
Sriwijaya adalah kerajaan Melayu kuno di pulau Sumatra
yang banyak berpengaruh di kepulauan Melayu. Bukti awal mengenai keberadaan
kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I-Tsing, menulis
bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 selama 6 bulan. Prasasti pertama
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu Prasasti Kedukan Bukit di
Palembang, Sumatra , pada tahun 683. Kerajaan
ini mulai jatuh pada tahun 1200 dan 1300 karena berbagai faktor, termasuk
ekspansi kerajaan Majapahit. Dalam bahasa Sansekerta, sri berarti
"bercahaya" dan wijaya berarti "kemenangan".
Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan sejarawan tidak
mengetahui keberadaan kerajaan ini. Eksistensi Sriwijaya diketahui secara resmi
tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Coedès dari École française
d'Extrême-Orient. Sekitar tahun 1992 hingga 1993, Pierre-Yves Manguin
membuktikan bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang
dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan, Indonesia).
Historiografi
Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia ;
masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada
orang Indonesia modern yang
mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis
George Coedès mempublikasikan penemuannya dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia .
Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "Sanfoqi",
sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan prasasti dalam Melayu Kuno merujuk
pada kekaisaran yang sama.
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatra
awal, dan kerajaan besar yang dapat mengimbangi Majapahit di timur. Pada abad
ke-20, kedua kerajaan tersebut menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk
menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.
Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya
Sanfotsi atau San Fo Qi.[8][9] Dalam bahasa Sansekerta dan Pali, kerajaan
Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebutnya Zabag dan Khmer
menyebutnya Melayu. Banyaknya nama merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya
sangat sulit ditemukan.
Berikut ini adalah beberapa sumber sejarah yang diketahui berkaitan
dengan Sriwijaya:
Berbahasa Sanskerta atau Tamil
Ø
Prasasti Ligor di Thailand
Ø
Prasasti Kanton di Kanton
Ø
Prasasti Siwagraha
Ø
Prasasti Nalanda di India
Ø
Piagam Leiden di India
Ø
Prasasti Tanjor
Ø
Piagam Grahi
Ø
Prasasti Padang Roco
Ø
Prasasti Srilangka
Sumber berita Tiongkok
Ø
Kronik dari Dinasti Tang
Ø
Kronik Dinasti Sung
Ø
Kronik Dinasti Ming
Ø
Kronik Perjalanan I Tsing
Ø
Kronik Chu-fan-chi oleh
Chau Ju-kua
Ø
Kronik Tao Chih Lio oleh
Wang Ta Yan
Ø
Kronik Ling-wai Tai-ta oleh
Chou Ku Fei
Ø
Kronik Ying-yai Sheng-lan
oleh Ma Huan
Prasasti berbahasa Melayu Kuno
Ø
Prasasti Kedukan Bukit tanggal
16 Juni 682 Masehi di Palembang
Ø
Prasasti Talang Tuo tanggal
23 Maret 684 Masehi di Palembang
Ø
Prasasti Telaga Batu abad
ke-7 Masehi di Palembang
Ø
Prasasti Palas Pasemah abad
ke-7 Masehi di Lampung Selatan
Ø
Prasasti Karang Brahi abad
ke-7 Masehi di Jambi
Ø
Prasasti Kota Kapur tanggal
28 Februari 686 Masehi di P. Bangka
Ø
Prasasti Sojomerto abad
ke-7 Masehi di Kabupaten Batang, Jawa Tengah
Pembentukan dan pertumbuhan
Tidak banyak bukti fisik
mengenai Sriwijaya yang dapat ditemukan. Menurut Prasasti Kedukan Bukit,
kekaisaran Sriwijaya didirikan oleh Dapunta Hyang Çri Yacanaca (Dapunta Hyang
Sri Jayanasa). Ia memimpin 20.000 tentara (terutama tentara darat dan beberapa
ratus kapal) dari Minanga Tamwan ke Palembang ,
Jambi, dan Bengkulu.
Kerajaan ini adalah pusat perdagangan dan merupakan negara maritim.
Negara ini tidak memperluas kekuasaannya diluar wilayah kepulauan Asia
Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk populasi Madagaskar sejauh
3.300 mil di barat. Sekitar tahun 500, akar Sriwijaya mulai berkembang di
wilayah sekitar Palembang , Sumatra .
Kerajaan ini terdiri atas tiga zona utama - daerah ibukota muara yang
berpusatkan Palembang, lembah Sungai Musi yang berfungsi sebagai daerah
pendukung dan daerah-daerah muara saingan yang mampu menjadi pusat kekuasan
saingan. Wilayah hulu sungai Musi kaya akan berbagai komoditas yang berharga
untuk pedagang Tiongkok. Ibukota diperintah secara langsung oleh penguasa,
sementara daerah pendukung tetap diperintah oleh datu lokal.
Pada tahun 680 di bawah kepemimpinan Jayanasa, Kerajaan Melayu takluk di
bawah imperium Sriwijaya. Penguasaan atas Melayu yang kaya emas telah
meningkatkan prestise kerajaan.. Di abad ke-7, orang Tionghoa mencatat bahwa
terdapat dua kerajaan di Sumatera dan tiga kerajaan di Jawa menjadi bagian
imperium Sriwijaya. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain
Tarumanegara dan Holing berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Menurut catatan,
pada masa ini pula wangsa Budha Sailendra di Jawa Tengah berada di bawah
dominasi Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapur, imperium menguasai bagian
selatan Sumatera hingga Lampung, mengontrol perdagangan di Selat Malaka, Laut
China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata. Di abad ini pula, Langkasuka di
semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan.
Di masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah
utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Ekspansi kerajaan ke Jawa dan semenanjung Melayu, menjadikan Sriwijaya
mengontrol dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi,
ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Di abad
ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina
mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut,
maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina . Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal
abad ke-8 berada di bawah kendali Palembang .
Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II,
pendiri imperium Khmer, memutuskan hubungan dengan kerajaan di abad yang sama.
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa
pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis,
Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk
memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia
membangun candi Borobudur di Jawa yang selesai pada tahun 825.
Di abad ke-12, wilayah imperium Sriwijaya meliputi Sumatera, Sri Lanka,
semenanjung Melayu, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Kalimantan, dan Philipina.
Dengan penguasaan tersebut, kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim yang
hebat hingga abad ke-13.
M A K A L A H
Sejarah
Kerajaan Sriwijaya
Diajukan Untuk
Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Pelajaran
Sejarah
Disusun
Oleh :
PITRIANI
WINDI
DEDE SITI
NURHASANAH
Kls.
XI IPS I
SMA NEGERI I
CIAWI
Jln. Pendidikan No. 10 Ciawi – Tasikmalaya
2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar